Oleh Dr. H. Teuku Zulkhairi Mudir Ma'had Aly Babussalam Al-Hanafiyyah Matangkuli Aceh Utara Sekjend Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD). dan Dosen UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Kondisi umat Islam di akhir zaman betul-betul bagai buih di lautan sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah Saw, jumlah kita banyak tapi tidak punya daya dan kekuatan.
Umat Islam terjajah dalam semua sendi kehidupan, baik fisiknya, politik, ekonomi hingga sosial budaya. Padahal, umat Islam seharusnya tampil sebagai pemimpin bagi peradaban.
Jadi meskipun Alquran mengatakan kita sebagai umat terbaik, tapi realitasnya kita mengalami kompleksitas persoalan yang mendera di semua sendi kehidupan.
Kondisi ini terjadi setidaknya karena dua sebab utama.
Pertama, karena instrumen-instrumen ilahiyah yang menjadi pra-syarat mewujudkan kebangkitan “gagal” diterjemahkan oleh umat Islam secara meyakinkan. Kedua, problem serius yang dialami umat Islam di akhir zaman adalah berkurangnya keyakinan kepada Allah Swt. Akumulasi dari persoalan-persoalan ini membuat umat Islam terus menjauh dari kebangkitan.
Puasa di bulan Ramadhan dan serangkaian amalan lainnya di satu sisi merupakan amalan yang dapat menghapuskan dosa-dosa kita dan insya Allah dapat mengantarkan kita ke syurga.
Tapi di sisi lain, Ramadhan pada saat yang sama juga mendorong kita kepada kebangkitan dan kejayaan di dunia. Maka Ramadhan sebagai bulan pendidikan (syahrul tarbiyah) mendidik karakter kita menjadi muslim paripurna.
Hal ini setidaknya dapat kita lihat dari bagaimana Rasulullah Saw, para sahabatnya, dan shalafussalih dulu menerjemahkan Ramadhan. Mereka begitu dekat dengan Allah Swt sehingga ruhiyah dan ghirah keislaman semakin meningkat dan membara. Mereka berinteraksi sangat dekat dengan Alquran dan mengamalkan isinya.
Sebagai contoh, ketika puasa Ramadhan mengajarkan rasa takut kepada Allah (bahwa Allah selalu mengawasi) dengan itu mereka bukan saja menahan diri dari hal yang membatalkan puasa, tapi juga mendorong mereka menjadi Muslim-muslim terbaik pada bulan-bulan di luar Ramadhan dimana mereka senantiasa merasa selalu diawasi oleh Allah Swt.
Maka di tengah-tengah mereka lahirlah para pemimpin rabbani yang tidak akan pernah berani mencuri kebahagiaan rakyatnya dengan kezaliman dan ketidakadilan, tentara-tentara Muslim yang begitu semangat dalam berjihad di jalan Allah, para ayah dan ibu yang betul-betul menjaga diri dan keluarganya dari api neraka—mendidik keluarganya dengan pendidikan Islam.
Jadi, puasa Ramadhan bukan sekadar rutinitas ibadah wajib tahunan semata, tapi juga menjadi energi mewujudkan kejayaan.
Puasa Ramadhan yang dijalani betul-betul mendekatkan mereka kepada Allah Swt di satu sisi, dan membentuk karakter mulia di sisi lain, sehingga mereka menjadi generasi terbaik yang begitu pantas Allah Swt berikan kejayaan kepada mereka.
Maka ketika kita membaca catatan sejarah, kita akan menemukan begitu banyaknya kemenangan monumental yang diraih umat Islam di bulan Ramadhan sebagaimana hal ini pernah saya tulis di media ini dengan judul “Puasa dan Kemenangan Umat Islam”.
Makanya, Syaikh Wahbah Zuhaili ketika membahas bab puasa Ramadhan dalam kitab Fiqh Islam wa Adillatuhu, beliau mengulas panjang sejarah kemenangan-kemenangan yang diraih oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya serta umat Islam sesudah mereka di masa silam.
Oleh sebab itu, di tengah realitas kenestapaan yang mendera umat Islam dewasa ini, maka tantangan kita saat ini bukan sekadar bagaimana agar umat Islam mau berpuasa dan menjalani serangkaian amalan mulia lainnya. Namun juga bagaimana berpuasa dengan penuh keyakinan kepada Allah Swt bahwa Allah itu Maha Mengawasi yang dengan itu kita akan selalu didorong untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kerusakan-kerusakan selama kita hidup di dunia ini.
Jika hal demikian dapat terwujud, maka tentu kita berharap tidak ada lagi para pemimpin atau para pejabat yang mengkhianati rakyatnya seperti yang begitu marak terjadi saat ini. Kita berharap jalannya amar ma’ruf dan nahi mungkar di tengah-tengah umat Islam sehingga kita pantas menjadi umat terbaik (khaira ummah).
Maka puasa Ramadhan bukan saja menjanjikan ampunan dan syurga di akhirat, tapi juga mendorong kita untuk mewujudkan kebangkitan Islam di dunia. Semoga! [Dimuat di Harian Serambi Indonesia, 4 April 2023]