Admin
Admin
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Kesimpulan Mubahatsah Kedua Mahasantriwati Ma'had Aly Babussalam Al Hanafiyyah tentang Hukum Memakai Henna bagi Wanita

Hukum Memakai Henna bagi Wanita



Mahasantriwati Ma'had Aly Babussalam Al Hanafiyyah telah mengadakan mubahatsah kedua mengenai hukum memakai henna bagi wanita. Diskusi ini bertujuan untuk mengkaji berbagai pendapat ulama terkait penggunaan henna bagi wanita dalam berbagai kondisi. Dari hasil diskusi ini, terdapat beberapa kesimpulan penting yang perlu diperhatikan.  

Hukum Memakai Henna bagi Wanita


Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai hukum memakai henna bagi wanita, yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:  


1. Boleh secara mutlak, kecuali henna berwarna hitam.

   Pendapat ini didasarkan pada anjuran umum bagi wanita untuk memakai henna sebagai pembeda dengan laki-laki. Namun, penggunaan henna hitam dilarang karena menyerupai penampilan orang fasik atau dianggap sebagai bentuk perubahan ciptaan Allah secara berlebihan.  


2. Boleh bagi wanita yang bersuami memakai henna hitam dengan izin suami.

   Pendapat ini menyatakan bahwa wanita yang sudah menikah boleh memakai henna hitam asalkan mendapat izin dari suaminya. Hal ini dikarenakan berhias diri merupakan bagian dari hak suami atas istrinya dan dapat membantu menjaga keharmonisan rumah tangga.  


3. Makruh bagi wanita yang belum menikah.

   Pendapat ini memandang bahwa berhias dengan henna kurang utama bagi wanita yang belum menikah, karena pada umumnya berhias ditujukan untuk suami. Meskipun demikian, pendapat ini tidak sampai mengharamkan penggunaan henna bagi wanita lajang.  


4. Sunah secara mutlak menurut Imam al-Baghawi bagi wanita bersuami dengan cara apa pun. 

   Imam al-Baghawi berpendapat bahwa memakai henna bagi wanita yang sudah menikah hukumnya sunah secara mutlak, baik dari segi cara maupun warna. Pendapat ini menekankan pentingnya berhias bagi istri sebagai bentuk ibadah dan usaha menjaga keharmonisan rumah tangga.  


Referensi dan Pendapat Ulama 


Dalam mubahatsah ini, Mahasantriwati Ma'had Aly Babussalam Al Hanafiyyah merujuk pada beberapa pendapat ulama, di antaranya:  


1. Pendapat Imam al-Kurdi dalam Hasyiyah I’anatut Thalibin:  


   عبارة الكردي قوله: «ويحرم الحناء للرجل» خرج به المرأة، ففيها تفصيل، فإن كان الإحرام استحب لها سواء كانت مزوجة أو غير مزوجة شابة أو عجوزا وإذا اختضبت عمت اليدين بالخصاب. وأما المحدة فيحرم عليها، والخنثى كالرجل ويسن لغير المحرمة إن كانت حليلة وإلا كره. ولا يسن لها نقش وتسويد وتطريف وتحمير وجنة بل يحرم واحد من هذه على خلية ومن لم يأذن لها حليلها.


   Imam al-Kurdi menjelaskan bahwa henna haram bagi laki-laki, tetapi bagi wanita ada perinciannya:  

   - Jika dalam keadaan ihram, disunahkan memakai henna, baik sudah menikah maupun belum.  

   - Wanita yang dalam masa iddah haram memakai henna.  

   - Khuntsa (banci) hukumnya sama dengan laki-laki.  

   - Bagi wanita yang tidak sedang ihram, disunahkan memakai henna jika sudah bersuami dan makruh jika belum menikah.  

   - Tidak disunahkan membuat naqsy (ukiran), tathrif (mewarnai ujung jari), atau memerahkan pipi bagi wanita yang belum menikah atau yang tidak mendapat izin dari suami.  


2. Penjelasan tentang Tathrif dalam Majmu' Syarah Muhadzab:  


   قوله: (وتظريف) قال ابن الرفعة والمراد بالتطريف المحرم تظريف الأصابع بالحناء مع السواد أما بالحناء وحده فلا شك في جوازه شرح العباب وكذا ينبغي أن يقال في النقش سم


   Ibnu Rif’ah menjelaskan bahwa tathrif yang dilarang adalah mewarnai jari dengan henna yang dicampur warna hitam. Jika hanya menggunakan henna tanpa campuran hitam, maka hukumnya boleh.  


3. Penjelasan tentang Khidab (Mewarnai) dalam Tuhfatul Muhtaj:  

 وأما الخضاب بالحناء فيستحب للمرأة المزوجة في يديها ورجليها تعميما لا تطريفا ويكره لغيرها وقد أطلق البغوى وآخرون استحباب الخضاب للمرأة ومرادهم المزوجة


   Mewarnai dengan henna disunahkan bagi wanita yang bersuami di kedua tangan dan kakinya secara merata, bukan hanya di ujung jari. Makruh bagi wanita yang belum menikah. Imam al-Baghawi dan ulama lainnya menyebutkan bahwa kesunahan khidab bagi wanita ditujukan untuk mereka yang sudah menikah.  


Kesimpulan Akhir


Berdasarkan hasil mubahatsah kedua Mahasantriwati Ma'had Aly Babussalam Al Hanafiyyah, dapat disimpulkan bahwa hukum asal memakai henna bagi wanita adalah boleh, bahkan sangat dianjurkan bagi wanita yang sudah menikah sebagai bentuk berhias diri untuk suami.  


Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai penggunaan henna hitam dan bagi wanita yang belum menikah. Oleh karena itu, disarankan bagi setiap wanita untuk mempertimbangkan berbagai pendapat ini dan memilih yang paling sesuai dengan keyakinan serta kondisi masing-masing. Jika ada keraguan, sebaiknya berkonsultasi dengan ahli ilmu agar memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.  


Diskusi ini mencerminkan pentingnya memahami hukum Islam dengan baik, terutama bagi Mahasantriwati yang kelak akan menjadi penyebar ilmu di tengah masyarakat. Semoga hasil mubahatsah ini menjadi bekal yang bermanfaat bagi para santri dan umat Islam dalam memahami hukum-hukum terkait tata cara berhias dalam Islam.

Berbagi

Posting Komentar